Halaman

Kamis, 08 Agustus 2013

NITIDHARMA : SPIRIT LEADERSHIP ( SERAT MAHABHARATA )

Adakah diantara kita yang tak mengenal Mahabharata ??? Epos Mahabharata susastra suci kuno, salah satu itihasa yang disebut sebagai Weda kelima, mengisahkan perebutan “Kekuasaan” diantara keluarga Bharata di kawasan Bharata warsa (sekarang wilayah afghanistan, pakistan, india, bangladesh, ) pada siklus zaman akhir Dwaparayuga memasuki zaman Kaliyuga ( 600-500 SM ) melalui transisi ruang dan waktu sesuai tempat kejadiannya.

Maha Rsi Viyasa Dewa, menulis kisah turunan kuru dari dynasty chandra itu ,menjadi karya sastra yang indah, sloka-slokanya dengan aksara dewanagari sarat dengan inti filsafat kehidupan, sarat dengan nilai adiluhung, universal , yang tak lekang didera zaman, sesuai dengan desa kala dan patra  pernah berpengaruh keseluruh kawasan dunia termasuk kawasan Nusantara pada zamannya.

Dalam era dunia baru gelombang globalisasi, demokratisasi,  HAM, issu lingkungan hidup dan Ideologi lainya yang menyerbu bumi Nusantara, berdampak positif pada masyarakat manusia  juga dapat berdampak sangat negatif bagi kehidupan kawasan nusantara masa kini,  sudah terjadi dimana-mana krisis mental prilaku amok massa, krisis kepemimpinnan dan keteladanan, serta telah terjadi degradasi nilai-nilai moral spiritual, manusia sudah terjerumus pada hanya kenikmatan material semata, Nilai-nilai luhur tentang dharma nagara dan dharma agama kini telah diabaikan. Sudah saatnya kini kita luangkan waktu sedikit saja lebih banyak, untuk membuka susastra suci kuno serat “NITIDHARMA” ( Spirit Kepemimpinan )seperti yang tersirat dalam Mahabharata, untuk dapat memberi inspirasi, menghilhami dan memperpakaya imazinasi dalam semua aspek kehidupan bagi kita semua, apapun profesi dan status sosial kita dalam masyarakat bangsa era masa kini.

Apakah serat Nitidharma untuk para pemimimpin ???  semua orang pada dasarnya adalah pemimpin setidak-tidaknya kita harus memimpin diri kita, mengatur sikap prilaku kita, siapapun dan apapun diri kita. Nitidharma dalam Mahabharata mengajarkan manusia untuk terlibat secara simbiosis mutualistis dalam kerja tiada henti dengan Dharma sebagai pijakan, dan apabila Dharma diingkari maka manusia akan tergelincir dalam jurang kenistaan dan kehancuran umat manusia dan alam semesta. ( “yajnarthat karmano ‘nyatra-loko ‘yam karmabandhanah-tadhartham karma kauteya-muktasangah samacara’. “ Kecuali untuk tujuan berbakti-dunia ini dibelengu oleh hukum kerja, karenanya bekerjalah demi bakti-tanpa kepentingan pribadi, oh Kunti putra ( Bhdgt, sloka III.9 )

Pengabdian dan yajnyaartha harus dilaksanakan dengan semangat pengabdian dan bakti kepada kebenaran mutlak Tuhan Maha Pencipta, dan Pemilik mutlak alam semesta beserta isinya. Walaupun dunia alam semesta dan termasuk manusia didalamnya dibelengu oleh hukum kerja tiada henti, namun bila kerja itu dilaksanakan dengan senang tulus iklas demi bakti hanya kepada Tuhan yang Maha Esa, bukan semata-mata untuk pamerih kepentingan pribadi dan hanya kepada ego diri sendiri, tapi juga dapat memberi manfaat kepada orang lain dan kehidupan lainnya disekitar kita, maka belengu itu tidak lagi mempunyai kekuatan mengekang.

Nitidharmasastra
Niti berarti kemudi, pimpinan, pertimbangan, kebijakan dan sastra ilmu pengetahuan etika sosial politik, tata negara kehidupan duniawi berdasarkan Dharma, (kebenaran mutlak universal berlaku untuk semua mahluk hidup dan kehidupannya.)
Mahabharata memberikan kita dua pengertian inti pokok hakikat Dharma. Pertama Dharma merupakan perangkat untuk mendapatkan dhana, yaitu sesuatu yang bernilai, baik berwujud material, maupun aspek spiritual. Yang kedua Dharma berarti yang memelihara dan melindungi dari bahaya dan memberikan kebaikan, dan makna terdalam dari inti hakikat Dharma ialah hukum exsistensi jatidiri manusia maupun mahluk hidup lainnya. Inti hakikat tersebut selaras dengan hukum rta yang terkandung dalam Reg Veda, maka Dharma menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan material dan kebaikan spiritual, sehingga Dharma digunakan sebagai jalan, landasan kerja yang mengarahkan tercapainya artha dan kama, dan jika digunakan sebagai jalan maka disebut Sakamadharma, dan sebagai landasan kerja Dharma disebut Niskaladharma kerja tanpa motif kepentingan nafsu atau ego pribadi.
Sakadharma merupakan wujud yang memberikan, sedangkan yang melaksanakan disebut punia, dengan demikian Niskamadharma menghantarkan manusia yang melaksanakannya pada pembebasan dari siklus kelahiran, kehidupan dan kematian/kenikmatan dan kesengsaraan ( moksa ).
Keduanya itu sakamadharma dan niskamadharma merupakan nitidharma yang dianjurkan dan patut diterapkan oleh pemimpin negara bangsa yang kemudian akan dilaksanakan dan ditaati oleh masyarakat bangsanya.

NITIDHARMA DALAM MAHABHARATA
Sakadharma dan Niskamadharma berkolerasi dengan triwarga dan berakhir pada moksa yang merupakan tujuan dan pencapaian utama bagi setiap atman manusia. Kemudian melahirkan siklus nilai relatif yang terdiri dari dharma, artha, kama dan moksa ( catur purusartha ).
Dalam satu sloka kisah Mahabaratha, “ Yudistira pernah bertanya kepada pamannya Widura,” diantara dharma, artha dan kama sebagai penyangga dan pijakan hidup manusia manakah yang paling tinggi nilainya dan paling utama kedudukannya. ? Widura menjawab “ bahwa, belajar meditasi (tapasya), kesederhanaan, kerendahan hati, keramahtamahan, kebenaran dan pengendalian diri merupakan elemen dharma tertinggi, Artha menempati posisi lebih rendah dari dharma sedangkan kama posisinya lebih rendah dari keduanya.
Sementara arjuna menimpali dengan argumen bahwa artha lebih tinggi kedudukannya karena dapat merealisasi kama atau keinginan. Pemenuhan keinginan atau kama mendorong manusia untuk terus bekerja dengan giat, tekun dan sungguh-sungguh. Dengan artha manusia dapat menikmati kesenangan dalam kehidupannya di dunia terutama melaksanakan dharma yadnya.
Bhimasena sang susastya angkat bicara bahwa, kama atau keinginan merupakan kekuatan daya penggerak dalam kehidupan, oleh karena adanya keinginan itu para resi melakukan kewajiban religius, melakukan pengendalian diri, tapa brata dan samadi,karena ada keinginan dan tujuan yang hendak dicapai, dharma dan artha tidak ada artinya tanpa kama tegas Bimasena.
Nakula dan Sadewa sang aswin menyatakan bahwa dharma dan artha harus bergerak bersamaan. Manusia wajib memegang teguh dharma dalam menghasilkan artha dan tidak harus melanggar norma spiritual atau niskala, manusia memang harus menjadi kaya raya dan bermanfaat dalam kehidupannya skala/duniawi dan niskala/sorgawi, pencapaian tingkatan dharma dan artha bagi mereka yang tekun akan memberi manfaat dan kebahagiaan bagi kehidupan.
Akhirnya Yudistira menyatakan bahwa moksa merupakan nilai tertinggi yang harus diusahakan, setiap insan manusia harus melaksanakan kewajibannya dengan senang hati tanpa motif pribadi melainkan karena tugas kewajibannya. Dharma harus dilaksanakan dengan kegigihan sikap prilaku sama terhadap penolakan dosa dan memegang teguh kebenaran, menjadi kaya dan menyirnakan atau meniadakan kemiskinan dan kemelaratan, memburu kenikmatan dan meniadakan penderitaan. Kegiatan tersebut disebut Niskamadharma yang mampu memutus lingkaran kelahiran, kehidupan dan kematian, mengantarkan menuju pencapain yang absulut, moksa brahmaprapti.
Bhagawan Bhisma kakek pandawa mengatakan bahwa moksa merupakan nilai tertinggi yang harus dicapai ( paramapurusartha ). Baik kenikmatan maupun penderitaan sifatnya sementara-yang satu mengikuti yang lainnya dalam siklus kasual yang dikendalikan oleh keinginan(kama), diantara keduanya kama lebih disukai karena membebaskan manusia dari siklus kebahagiaan dan penderitaan. Dimana didalamnya tersirat doktrin “kebahagian diperoleh dengan upaya pengendalian keinginan dan kebahagiaan diperoleh dengan meninggalkan keinginan “. (sanyasa)
Ajaran yang terkandung dalam doktrin tersebut ialah, seseorang dapat mengikuti niskamadharma pada samnyasa (penolakan kenikmatan duniawi) dan melaksanakan yoga dengan tekun. Atau seorang dapat merengkuh niskamadharma pada seorang grhi (orang berkeluarga) yang dijalankan oleh Widura (paman pandawa korawa).
Yang tertinggi adalah dharma dalam artian menerapkan sakama dharma dan niskama dharma, merupakan ajaran kepemimpinan weda/hindhu yang dijalankan oleh Yudistira dengan didampingi oleh sapta resi, tujuh orang orang suci yang masing masing memiliki  muzijat dan keahlian tertentu dalam melaksanakan kewajibannya sebagai raja pemimpin bagi rakyat bangsanya.
Ajaran Niti Sastra ini sangat fenomenal bahwa “seorang raja diikat oleh dharma” segala titahnya harus sesuai dengan landasan aturan hukum dharma, dan melaksanakan kewajiban serta mengusahakan :
1.       Kesejahteraan seluruh lapisan rakyatnya.
2.       Mengamankan negara dari serangan musuh musuhnya.
3.       Menjaga rakyatnya agar senantiasa melaksanakan kewajibannya.
4.     Menentukan atau memutuskan perang dengan sangat hati-hati, atau kebijakan  damai.
5.       Mengusahakan bala tentara, penjaga ketertiban (polisi) dan memiliki telik sandi (inteligen) yang andal terlatih profesional.

Serat Maha bharata juga mengajarkan bahwa seorang pemimpin negara wajib melaksanakan ajaran tri warga yang berdasarkan pengendalian dharma, melainkan bukan oleh kama seperti doktrin yang dilaksanakan oleh orang berkeluarga(bimasena).
Mahaguru Bhisma mengajarkan agar seorang raja- pemimpin, dari masyarakat bangsanya menghindari dan waspada terhadap sifat-sifat ;
1.       Mendapatkan kekayaan dengan kekejaman
2.       Keberanian dengan membual
3.       Berderma kepada orang yang rakus
4.       Mempercayai orang berhati jahat
5.       Pemenuhan nafsu sex yang salah
6.       Berpura pura bersahabat dengan musuh yang kuat, kemudian pada saat yang sama secara rahasia mempersiapkan perang pada saat yang tepat kepada musuh.

Kepada Yudistira sebagai seorang Maha Raja,  Bhagawan Bhisma memberi nasehat Niti Sastra sebagai berikut ;
1.       Menolak amarah
2.       Setia kepada kebenaran
3.       Memberi artha dengan tepat (mensejahterakan masyarakat bangsanya)
4.       Rendah hati
5.       Mempunyai keturunan dari seorang istri yang prami/syah.
6.       Menjaga kesucian pikiran, ucapan dan tindakan
7.       Tidak melakukan kekerasan
8.       Senantiasa hidup sederhana
9.       Memperhatikan dan melindungi orang yang lemah (fakir, miskin)
Niti dharma adalah sesungguhnya pengetahuan dan tata cara laksana yang wajib dilakukan oleh seorang pemimpin dengan senang hati tanpa motip pribadi dan terbebas dari ikatan hasil kerja, melainkan hanya karena tugas kewajiban itu sendiri, ( tanpa mengharapkan pujian dan mengabaikan halangan ). Bila Niskaladharma dilakukan dengan intens oleh seorang pemimpin akan memengantarkannya menuju moksa atau menjadikannya brahmaprapti,( extasee ).

Niti dharma adalah mustika ilmu pengetahuan Hindhu (Weda) yang berisikan ajaran, tuntunan laksana bagi seseorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kewajiban berdasarkan dharma, menjadi dharma laksana dan sebagai seorang dharma raja, pemimpin berlandaskan dharma yajnya kebenaran dan kebaikan. Niti dharma selanjutnya menjadi Niti sastra sesuai dengan era zamannya.
(Sumber ; kalender hindu bali 2013. Ikt.Bambang Gde Rawi)

- Leadership Guide Lesson for Dog's Handler

Tidak ada komentar:

Posting Komentar