Adakah
diantara kita yang tak mengenal Mahabharata ??? Epos Mahabharata susastra suci
kuno, salah satu itihasa yang disebut sebagai Weda kelima, mengisahkan
perebutan “Kekuasaan” diantara keluarga
Bharata di kawasan Bharata warsa (sekarang wilayah afghanistan, pakistan, india,
bangladesh, ) pada siklus zaman akhir Dwaparayuga memasuki zaman Kaliyuga (
600-500 SM ) melalui transisi ruang dan waktu sesuai tempat kejadiannya.
Maha
Rsi Viyasa Dewa, menulis kisah turunan kuru dari dynasty chandra itu ,menjadi
karya sastra yang indah, sloka-slokanya dengan aksara dewanagari sarat dengan
inti filsafat kehidupan, sarat dengan nilai adiluhung, universal , yang tak
lekang didera zaman, sesuai dengan desa kala dan patra pernah berpengaruh keseluruh kawasan dunia
termasuk kawasan Nusantara pada zamannya.
Dalam
era dunia baru gelombang globalisasi, demokratisasi, HAM, issu lingkungan hidup dan Ideologi
lainya yang menyerbu bumi Nusantara, berdampak positif pada masyarakat manusia juga dapat berdampak sangat negatif bagi
kehidupan kawasan nusantara masa kini,
sudah terjadi dimana-mana krisis mental prilaku amok massa, krisis
kepemimpinnan dan keteladanan, serta telah terjadi degradasi nilai-nilai moral
spiritual, manusia sudah terjerumus pada hanya kenikmatan material semata,
Nilai-nilai luhur tentang dharma nagara dan dharma agama kini telah diabaikan.
Sudah saatnya kini kita luangkan waktu sedikit saja lebih banyak, untuk membuka
susastra suci kuno serat “NITIDHARMA” (
Spirit Kepemimpinan )seperti yang tersirat dalam Mahabharata, untuk dapat
memberi inspirasi, menghilhami dan memperpakaya imazinasi dalam semua aspek
kehidupan bagi kita semua, apapun profesi dan status sosial kita dalam
masyarakat bangsa era masa kini.
Apakah
serat Nitidharma untuk para pemimimpin ???
semua orang pada dasarnya adalah pemimpin setidak-tidaknya kita harus memimpin
diri kita, mengatur sikap prilaku kita, siapapun dan apapun diri kita.
Nitidharma dalam Mahabharata mengajarkan manusia untuk terlibat secara
simbiosis mutualistis dalam kerja tiada henti dengan Dharma sebagai pijakan,
dan apabila Dharma diingkari maka manusia akan tergelincir dalam jurang
kenistaan dan kehancuran umat manusia dan alam semesta. ( “yajnarthat karmano
‘nyatra-loko ‘yam karmabandhanah-tadhartham karma kauteya-muktasangah
samacara’. “ Kecuali untuk tujuan berbakti-dunia ini dibelengu oleh hukum
kerja, karenanya bekerjalah demi bakti-tanpa kepentingan pribadi, oh Kunti
putra ( Bhdgt, sloka III.9 )
Pengabdian
dan yajnyaartha harus dilaksanakan dengan semangat pengabdian dan bakti kepada
kebenaran mutlak Tuhan Maha Pencipta, dan Pemilik mutlak alam semesta beserta
isinya. Walaupun dunia alam semesta dan termasuk manusia didalamnya dibelengu
oleh hukum kerja tiada henti, namun bila kerja itu dilaksanakan dengan senang
tulus iklas demi bakti hanya kepada Tuhan yang Maha Esa, bukan semata-mata
untuk pamerih kepentingan pribadi dan hanya kepada ego diri sendiri, tapi juga
dapat memberi manfaat kepada orang lain dan kehidupan lainnya disekitar kita,
maka belengu itu tidak lagi mempunyai kekuatan mengekang.
Nitidharmasastra
Niti
berarti kemudi, pimpinan, pertimbangan, kebijakan dan sastra ilmu pengetahuan
etika sosial politik, tata negara kehidupan duniawi berdasarkan Dharma, (kebenaran mutlak universal berlaku untuk semua mahluk hidup dan kehidupannya.)
Mahabharata
memberikan kita dua pengertian inti pokok hakikat Dharma. Pertama Dharma merupakan perangkat untuk mendapatkan dhana, yaitu
sesuatu yang bernilai, baik berwujud material, maupun aspek spiritual. Yang
kedua Dharma berarti yang memelihara dan melindungi dari bahaya dan memberikan kebaikan, dan makna
terdalam dari inti hakikat Dharma ialah hukum exsistensi jatidiri manusia
maupun mahluk hidup lainnya. Inti hakikat tersebut selaras dengan hukum rta
yang terkandung dalam Reg Veda, maka Dharma menjadi alat untuk mencapai
kesejahteraan material dan kebaikan spiritual, sehingga Dharma digunakan
sebagai jalan, landasan kerja yang mengarahkan tercapainya artha dan kama, dan
jika digunakan sebagai jalan maka disebut Sakamadharma,
dan sebagai landasan kerja Dharma disebut Niskaladharma kerja tanpa motif
kepentingan nafsu atau ego pribadi.
Sakadharma
merupakan wujud yang memberikan, sedangkan yang melaksanakan disebut punia,
dengan demikian Niskamadharma menghantarkan manusia yang melaksanakannya pada
pembebasan dari siklus kelahiran, kehidupan dan kematian/kenikmatan dan
kesengsaraan ( moksa ).
Keduanya
itu sakamadharma dan niskamadharma merupakan nitidharma yang dianjurkan dan
patut diterapkan oleh pemimpin negara bangsa yang kemudian akan dilaksanakan
dan ditaati oleh masyarakat bangsanya.
NITIDHARMA
DALAM MAHABHARATA
Sakadharma
dan Niskamadharma berkolerasi dengan triwarga dan berakhir pada moksa yang
merupakan tujuan dan pencapaian utama bagi setiap atman manusia. Kemudian
melahirkan siklus nilai relatif yang terdiri dari dharma, artha, kama dan moksa
( catur purusartha ).
Dalam
satu sloka kisah Mahabaratha, “ Yudistira pernah bertanya kepada pamannya
Widura,” diantara dharma, artha dan kama sebagai penyangga dan pijakan hidup
manusia manakah yang paling tinggi nilainya dan paling utama kedudukannya. ?
Widura menjawab “ bahwa, belajar meditasi (tapasya), kesederhanaan, kerendahan
hati, keramahtamahan, kebenaran dan pengendalian diri merupakan elemen dharma
tertinggi, Artha menempati posisi lebih rendah dari dharma sedangkan kama
posisinya lebih rendah dari keduanya.
Sementara
arjuna menimpali dengan argumen bahwa artha lebih tinggi kedudukannya karena
dapat merealisasi kama atau keinginan. Pemenuhan keinginan atau kama mendorong
manusia untuk terus bekerja dengan giat, tekun dan sungguh-sungguh. Dengan
artha manusia dapat menikmati kesenangan dalam kehidupannya di dunia terutama
melaksanakan dharma yadnya.
Bhimasena
sang susastya angkat bicara bahwa, kama atau keinginan merupakan kekuatan daya
penggerak dalam kehidupan, oleh karena adanya keinginan itu para resi melakukan
kewajiban religius, melakukan pengendalian diri, tapa brata dan samadi,karena
ada keinginan dan tujuan yang hendak dicapai, dharma dan artha tidak ada
artinya tanpa kama tegas Bimasena.
Nakula
dan Sadewa sang aswin menyatakan bahwa dharma dan artha harus bergerak
bersamaan. Manusia wajib memegang teguh dharma dalam menghasilkan artha dan
tidak harus melanggar norma spiritual atau niskala, manusia memang harus
menjadi kaya raya dan bermanfaat dalam kehidupannya skala/duniawi dan niskala/sorgawi,
pencapaian tingkatan dharma dan artha bagi mereka yang tekun akan memberi
manfaat dan kebahagiaan bagi kehidupan.
Akhirnya
Yudistira menyatakan bahwa moksa merupakan nilai tertinggi yang harus
diusahakan, setiap insan manusia harus melaksanakan kewajibannya dengan senang
hati tanpa motif pribadi melainkan karena tugas kewajibannya. Dharma harus
dilaksanakan dengan kegigihan sikap prilaku sama terhadap penolakan dosa dan
memegang teguh kebenaran, menjadi kaya dan menyirnakan atau meniadakan
kemiskinan dan kemelaratan, memburu kenikmatan dan meniadakan penderitaan.
Kegiatan tersebut disebut Niskamadharma yang mampu memutus lingkaran kelahiran,
kehidupan dan kematian, mengantarkan menuju pencapain yang absulut, moksa
brahmaprapti.
Bhagawan
Bhisma kakek pandawa mengatakan bahwa moksa merupakan nilai tertinggi yang
harus dicapai ( paramapurusartha ). Baik kenikmatan maupun penderitaan sifatnya
sementara-yang satu mengikuti yang lainnya dalam siklus kasual yang
dikendalikan oleh keinginan(kama), diantara keduanya kama lebih disukai karena
membebaskan manusia dari siklus kebahagiaan dan penderitaan. Dimana didalamnya
tersirat doktrin “kebahagian diperoleh dengan upaya pengendalian keinginan dan
kebahagiaan diperoleh dengan meninggalkan keinginan “. (sanyasa)
Ajaran
yang terkandung dalam doktrin tersebut ialah, seseorang dapat mengikuti
niskamadharma pada samnyasa (penolakan kenikmatan duniawi) dan melaksanakan
yoga dengan tekun. Atau seorang dapat merengkuh niskamadharma pada seorang grhi
(orang berkeluarga) yang dijalankan oleh Widura (paman pandawa korawa).
Yang
tertinggi adalah dharma dalam artian menerapkan sakama dharma dan niskama
dharma, merupakan ajaran kepemimpinan weda/hindhu yang dijalankan oleh
Yudistira dengan didampingi oleh sapta resi, tujuh orang orang suci yang masing
masing memiliki muzijat dan keahlian
tertentu dalam melaksanakan kewajibannya sebagai raja pemimpin bagi rakyat
bangsanya.
Ajaran
Niti Sastra ini sangat fenomenal bahwa “seorang raja diikat oleh dharma” segala
titahnya harus sesuai dengan landasan aturan hukum dharma, dan melaksanakan
kewajiban serta mengusahakan :
1.
Kesejahteraan seluruh lapisan rakyatnya.
2.
Mengamankan negara dari serangan musuh musuhnya.
3.
Menjaga rakyatnya agar senantiasa melaksanakan
kewajibannya.
4. Menentukan atau memutuskan perang dengan sangat
hati-hati, atau kebijakan damai.
5.
Mengusahakan bala tentara, penjaga ketertiban
(polisi) dan memiliki telik sandi (inteligen) yang andal terlatih profesional.
Serat
Maha bharata juga mengajarkan bahwa seorang pemimpin negara wajib melaksanakan
ajaran tri warga yang berdasarkan pengendalian dharma, melainkan bukan oleh
kama seperti doktrin yang dilaksanakan oleh orang berkeluarga(bimasena).
Mahaguru
Bhisma mengajarkan agar seorang raja- pemimpin, dari masyarakat bangsanya
menghindari dan waspada terhadap sifat-sifat ;
1.
Mendapatkan kekayaan dengan kekejaman
2.
Keberanian dengan membual
3.
Berderma kepada orang yang rakus
4.
Mempercayai orang berhati jahat
5.
Pemenuhan nafsu sex yang salah
6.
Berpura pura bersahabat dengan musuh yang kuat,
kemudian pada saat yang sama secara rahasia mempersiapkan perang pada saat yang
tepat kepada musuh.
Kepada
Yudistira sebagai seorang Maha Raja,
Bhagawan Bhisma memberi nasehat Niti Sastra sebagai berikut ;
1.
Menolak amarah
2.
Setia kepada kebenaran
3.
Memberi artha dengan tepat (mensejahterakan
masyarakat bangsanya)
4.
Rendah hati
5.
Mempunyai keturunan dari seorang istri yang
prami/syah.
6.
Menjaga kesucian pikiran, ucapan dan tindakan
7.
Tidak melakukan kekerasan
8.
Senantiasa hidup sederhana
9.
Memperhatikan dan melindungi orang yang lemah
(fakir, miskin)
Niti
dharma adalah sesungguhnya pengetahuan dan tata cara laksana yang wajib
dilakukan oleh seorang pemimpin dengan senang hati tanpa motip pribadi dan
terbebas dari ikatan hasil kerja, melainkan hanya karena tugas kewajiban itu
sendiri, ( tanpa mengharapkan pujian dan mengabaikan halangan ). Bila
Niskaladharma dilakukan dengan intens oleh seorang pemimpin akan
memengantarkannya menuju moksa atau menjadikannya brahmaprapti,( extasee ).
Niti
dharma adalah mustika ilmu pengetahuan Hindhu (Weda) yang berisikan ajaran,
tuntunan laksana bagi seseorang pemimpin dalam melaksanakan tugas kewajiban
berdasarkan dharma, menjadi dharma laksana dan sebagai seorang dharma raja,
pemimpin berlandaskan dharma yajnya kebenaran dan kebaikan. Niti dharma
selanjutnya menjadi Niti sastra
sesuai dengan era zamannya.
(Sumber ; kalender hindu bali 2013. Ikt.Bambang Gde
Rawi)
- Leadership Guide Lesson for Dog's Handler